Proyek BUMN Untungkan Saham? Analisis Mendalam & Strategi Investasi

Img AA1HuJt8

MNCDUIT.COM JAKARTA. Saham-saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkemuka, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), hingga bank pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), menunjukkan tren pelemahan signifikan dalam sebulan terakhir. Kondisi ini terjadi di tengah geliat ekspansi BUMN, termasuk dalam proyek strategis kendaraan listrik, yang belum berhasil menarik sentimen positif dari pasar.

Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan, mengidentifikasi sejumlah faktor krusial yang menyebabkan pasar belum merespons antusias terhadap upaya ekspansi tersebut. Alfred mencontohkan, pada proyek baterai kendaraan listrik yang melibatkan CATL dan Indonesia Battery Corporation (IBC), posisi ANTM hanya sebagai pemegang saham minoritas. “Jika tidak keliru, porsi kepemilikan ANTM dan IBC secara keseluruhan hanya sekitar 40%,” terang Alfred, menjelaskan minimnya dominasi ANTM dalam skema kepemilikan proyek tersebut.

Selain itu, Alfred menyoroti bahwa proyek-proyek besar yang sedang berjalan masih berada pada tahap awal, bahkan belum beroperasi penuh sesuai kapasitas yang direncanakan. Ketiadaan detail resmi mengenai proyeksi kontribusi finansial dari inisiatif ini terhadap kinerja keuangan ANTM di masa mendatang turut menambah ketidakpastian bagi investor. Kondisi ini diperparah oleh tekanan pasar global yang dipicu oleh eskalasi geopolitik, menyebabkan investor cenderung menghindari aset berisiko dan memilih untuk menunggu kejelasan realisasi proyek sebelum kembali berinvestasi pada saham BUMN.

Meski demikian, Alfred mengakui bahwa kehadiran Danantara, sebagai entitas pendukung pendanaan BUMN, sempat memberikan sentimen positif awal di pasar, khususnya bagi BUMN dengan kondisi keuangan yang kurang solid. Namun, untuk proyek-proyek baru berskala besar, seperti ekosistem kendaraan listrik, pasar belum menunjukkan antusiasme yang serupa. “Mungkin ini disebabkan oleh rekam jejak Danantara yang belum banyak terekam serta minimnya informasi yang tersedia di pasar,” tambahnya, menekankan pentingnya komunikasi yang transparan.

Alfred berpendapat bahwa pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman penugasan kepada BUMN Karya yang berdampak negatif pada kesehatan keuangan mereka, terutama setelah pandemi. Meskipun kemampuan pendanaan BUMN semakin besar dengan hadirnya Danantara, “Tinggal bagaimana pemerintah (Danantara) mengkomunikasikannya dengan baik sehingga memberi optimisme pasar dan menjadi sumber katalis positif,” ujarnya. Komunikasi yang efektif menjadi kunci untuk membangun kembali kepercayaan investor terhadap ekspansi BUMN.

Pelemahan ini tidak hanya menimpa saham tambang dan proyek strategis, melainkan juga merambah saham bank BUMN. Fenomena ini menunjukkan bahwa pasar belum sepenuhnya yakin bahwa ekosistem BUMN mampu menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan. “Hal ini karena dalam 5–6 tahun terakhir, performa saham BUMN banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah atau politik,” jelas Alfred. Ia menambahkan bahwa intervensi politik ini seringkali ditangkap pasar sebagai langkah yang mengurangi potensi profitabilitas BUMN, sebagaimana terlihat pada kebijakan tarif tol atau harga gas.

Menyikapi kondisi ini, Alfred berpandangan bahwa justru saat inilah momentum krusial bagi Danantara untuk membangun kembali persepsi pasar, menegaskan status BUMN sebagai keunggulan yang memberikan valuasi tambahan pada harga sahamnya. “Citra profesionalisme yang dibangun dan dilekatkan pada Danantara harus bisa ditransfer dengan cepat ke masing-masing emiten BUMN beserta jajaran stafnya,” tegasnya, menyoroti pentingnya internalisasi nilai profesionalisme di seluruh lini BUMN.

Sebagai contoh langkah strategis, Danantara memberikan pinjaman modal sebesar Rp6,65 triliun kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) pada Selasa (24/6) lalu. Alfred menilai langkah ini tepat, mengingat struktur keuangan Garuda yang masih lemah pascapandemi. “GIAA telah menunjukkan konsistensi dalam menghasilkan surplus EBITDA. Namun karena beban keuangan yang tinggi, perusahaan masih mencatat rugi,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa posisi EBITDA yang positif ini menjadi sinyal kuat bagi pemegang saham untuk melakukan suntikan dana guna mengatasi beban keuangan.

Ke depan, Alfred tidak menutup kemungkinan pola suntikan modal serupa juga akan dilakukan terhadap BUMN lain yang menghadapi masalah keuangan. Namun, ia menekankan bahwa setiap intervensi tersebut harus disertai dengan strategi revitalisasi yang jelas dan terukur, untuk memastikan keberlanjutan dan penciptaan nilai bagi pasar modal.

Ringkasan

Saham-saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkemuka, seperti ANTM dan BBRI, mengalami pelemahan signifikan di tengah upaya ekspansi strategis, termasuk proyek kendaraan listrik. Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan, mengidentifikasi bahwa pasar belum merespons positif karena posisi minoritas ANTM di proyek baterai, ketidakpastian proyeksi finansial proyek yang masih tahap awal, dan tekanan pasar global. Performa saham BUMN juga sering terpengaruh oleh kebijakan pemerintah atau politik yang dianggap mengurangi profitabilitas.

Alfred menyarankan pentingnya komunikasi transparan dari pemerintah dan Danantara, entitas pendukung pendanaan BUMN, untuk membangun optimisme pasar dan mentransfer citra profesionalisme ke emiten. Danantara sendiri sempat memberikan sentimen positif dan telah menyuntikkan modal kepada Garuda Indonesia (GIAA) untuk mengatasi beban keuangan. Pola suntikan modal serupa mungkin dilakukan untuk BUMN lain yang bermasalah, namun harus disertai strategi revitalisasi yang jelas untuk menciptakan nilai jangka panjang.

You might also like