IPO Ramai Tengah Tahun: Likuiditas Pasar Saham RI Bakal Terbang?

Img AA1HA8eX

MNCDUIT.COM, JAKARTA — Gelombang penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) kembali membanjiri pasar modal Indonesia pada pertengahan tahun ini. Maraknya aksi korporasi ini dipandang berpotensi mendorong likuiditas pasar, meskipun sentimen global masih diwarnai ketidakpastian. Antusiasme emiten untuk melantai di bursa menjadi sorotan utama bagi para pelaku pasar.

Berdasarkan data terkini dari Bursa Efek Indonesia (BEI) per Juni 2025, sejumlah perusahaan besar dan prospektif tengah dalam antrean panjang untuk menggelar IPO. Salah satunya adalah PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA), anak usaha dari raksasa petrokimia PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), yang berencana menerbitkan sebanyak-banyaknya 12,48 miliar saham biasa. Kisaran harga yang ditawarkan berada di angka Rp170 hingga Rp190 per saham, menarik perhatian investor institusi maupun ritel.

Tidak hanya CDIA, sejumlah nama lain turut meramaikan daftar calon emiten yang siap mencatatkan sahamnya. Ada PT Pancaran Samudera Transport Tbk. (PSAT) yang akan melepas 222,35 juta lembar saham ke publik, diikuti oleh PT Asia Pramulia Tbk. (ASPR) dengan penawaran 812 juta saham. Selain itu, PT Trimitra Trans Persada Tbk. (BLOG) berencana menawarkan 563,24 juta saham, sementara PT Diastika Biotekindo Tbk. (CHEK) siap melepas 815 juta saham IPO.

Deretan emiten ini semakin panjang dengan masuknya PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN) yang menawarkan 2,2 miliar lembar saham, serta PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk. (PMUI) dengan rencana penawaran 1,16 miliar lembar saham. Di sektor edukasi, PT Merry Riana Edukasi Tbk. (MERI), yang berada di bawah naungan Tancorp Grup milik Hermanto Tanoko, juga tak mau ketinggalan dengan rencana penawaran 266,66 juta lembar saham.

Maraknya IPO yang diluncurkan secara berbarengan ini menjadi perhatian serius. Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, menilai bahwa kondisi ini dapat berimbas pada pengetatan likuiditas di pasar reguler. “Maraknya IPO yang ditawarkan dalam waktu bersamaan diperkirakan juga berpengaruh terhadap ketatnya likuiditas di pasar reguler,” ujar Ratna dalam risetnya pada Kamis (26/6/2025).

Meskipun demikian, Head of Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, melihat fenomena IPO, terutama yang berskala besar seperti CDIA, sebagai katalis positif bagi pasar saham. Menurutnya, ini dapat mendorong peningkatan transaksi dan memperluas basis investor. Namun, ia menekankan bahwa investor kini semakin selektif dalam memilih saham. “Minat investor kini makin selektif, di mana fundamental, valuasi, dan narasi bisnis menjadi kunci utama. Dengan pendekatan yang tepat, IPO tetap menjadi jalan yang menjanjikan untuk pertumbuhan pasar modal Indonesia,” papar Sukarno kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Senada dengan pandangan tersebut, Associate Director Pilarmas Investindo, Maximilianus Nicodemus, menyatakan bahwa Bursa Efek Indonesia tidak hanya membutuhkan kuantitas IPO yang tinggi, melainkan juga kualitas emiten. Ia menekankan pentingnya perusahaan yang memiliki fundamental kuat, valuasi menarik, dan bergerak di sektor prospektif. “Saat ini Bursa membutuhkan IPO perusahaan yang memang layak untuk dikatakan melantai, bukan lagi perusahaan yang mungkin sekadar melantai,” kata Nicodemus belum lama ini, menegaskan bahwa IPO jumbo memiliki peran krusial dalam mendorong minat pelaku pasar dan investor untuk kembali bertransaksi di Bursa.

Ironisnya, di tengah derasnya gelombang IPO bulan Juni ini, performa pasar saham Indonesia justru menunjukkan pelemahan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat turun 4,05% dalam sebulan terakhir hingga akhir Juni, ditutup di level 6.897,4 pada Kamis (26/6/2025). Kondisi ini diperparah dengan “larinya” dana asing dari pasar saham domestik. Tercatat nilai jual bersih atau net sell asing mencapai Rp6,87 triliun dalam sebulan terakhir, dan akumulasi net sell asing sepanjang tahun 2025 telah menembus angka Rp53,21 triliun.

Ringkasan

Gelombang penawaran saham perdana (IPO) ramai di pasar modal Indonesia pada pertengahan 2025, dengan banyak perusahaan siap mencatatkan saham. Fenomena ini dipandang berpotensi mendorong likuiditas dan transaksi pasar saham. Namun, ada kekhawatiran tentang potensi pengetatan likuiditas, sementara analis menekankan perlunya emiten berkualitas dan selektivitas investor berdasarkan fundamental kuat.

Meskipun gelombang IPO terus berlanjut, pasar saham Indonesia justru menunjukkan pelemahan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 4,05% dalam sebulan terakhir hingga akhir Juni 2025. Selain itu, terjadi aliran dana asing keluar yang signifikan dari pasar saham domestik.

You might also like